Tuesday, February 7, 2017

THE HOLDERS SERIES : 44. HOLDER OF WAR



Di kota manapun, di negara manapun, pergilah ke institusi mental atau rumah persinggahan yang bisa kau datangi. Lihatlah ke langit-langit dengan ekspresi bosan saat kau berjalan ke meja depan, dan dengan suara yang terdengar dingin dan acuh tak acuh mintalah untuk bertemu si “Pemegang Perang”. Kau akan mendapat sebuah tepukan pelan di bajumu; sekarang sudah aman untuk menurunkan pandangan. Si pegawai akan tersenyum sopan dan mulai berjalan, memberi pidato yang hampir terdengar mekanis saat ia menjelaskan sejarah rumah sakit jiwa itu. Jangan merespon pidatonya- isinya benar-benar pidato berdarah dan juga penuh dengan deskripsi grafis, namun bereaksi di titik ini berarti sebuah pengembaraan menuju neraka.

Setelah berjalan beberapa saat, kau akan tiba di sebuah pintu berukiran rumit
dari mahogani dan emas. Berhentilah di depan pintu itu. Tahan ekspresi bosan di wajahmu, boleh juga menambahkan seringai kosong, tapi jangan bereaksi saat si pegawai meraih bagian belakang kaosmu, atau ia akan mengubah cengkramannya dan kau akan berakhir tanpa kepala.

Si pegawai akan melemparmu melalui pintu, dan kau akan mendengar pintunya terbanting tertutup di belakangmu. Kau berada di sebuah tempat yang mungkin dulunya adalah sebuah tanah pertanian subur namun kini tanah itu adalah medan perang jahanam yang porak-poranda. Tentara-tentara berseragam dalam dua warna- satunya berwarna putih terang mengerikan, yang entah bagaimana ternodai, dan yang lainnya berwarna hitam kotor dan memuakkan- bertempur dengan cara tragis yang mungkin, bertarung dengan senapan, meriam, pedang, busur, segala senjata perang yang telah ada sejak waktu bermula.

Jangan lari dari medan perang ini, atau tentara-tentara itu akan melihatmu, menghentikan perselisihan mereka, dan menoleh padamu dengan rasa lapar akan benci, karena kau adalah apa yang mereka rebutkan, dan dalam batin mereka yang sangat gelisah dan gila akan pertempuran, kau adalah penyebab semua pertumpahan darah mereka.

Juga, jangan mencoba dan kembali ke pintu. Pintu itu sudah rata akan lumpur, terdorong oleh teriakan prajurit infanteri yang menghunus sebuah senapan berpisau sangkur. Jika kau membiarkannya mendapatkanmu, ia akan mencabik-cabikmu dalam beberapa detik, namun entah bagaimana ia tidak bermaksud membunuhmu. Rasa sakit dari pengalaman itu tidak diragukan lagi akan membuat apa yang tersisa di pikiranmu gila.

Sebaliknya, tanggalkan ekspresi bosanmu dan pasang wajah kejam dan bertekadmu. Berjalanlah dengan langkah ala militer yang berirama lurus ke depan sampai kau melihat struktur beton runtuh setinggi tiga lantai yang dulunya mungkin adalah sebuah bunker komando. Jangan menoleh saat melakukannya; kendaraan lapis baja itu telah tiba di medan perang, dan jika kau berhenti, atau mengubah langkahmu, tank-tank tersebut akan menghabisimu.

Saat kau berhasil memasuki bunker, jangan memberikan perhatian pada orang yang meminta tolong padamu atau mencoba berbicara padamu, tidak peduli seberapa putus asa mereka telihat. Masing-masing dari mereka berpikir kau adalah musuh, dan saat kau merespon, kau akan dihadiahi sebuah pisau di wajahmu. Daripada itu, berjalanlah lurus ke arah tangga di depanmu, menuju lantai dua bunker. Saat kau menaiki tangga, sebuah dentaman akan terdengar di belakangmu- penyegelan pintu api bersamaan dengan serangan detasemen penyembur api.

Di lantai dua, hanya ada satu orang pria, duduk di atas meja, berseru pada sebuah ponsel. Tangga menuju lantai tiga adalah sekumpulan beton berbelit. Pria di meja itu mengenakan bintang jendral, namun tampaknyaia seperti tidak memperhatikan kalau ponsel itu, sama seperti orang-orang di lantai tersebut, mati.

Berjalanlah ke arahnya, beri hormat, dan dalam suara militermu yang terbaik, berserulah “SIR!” Ia akan menoleh cepat untuk memandangmu. Jika ia berpikir kau tidak pantas untuk pasukannya, ia akan membongkarmu perlahan dengan tangannya, dan kau akan bergabung dengannya dalam kematiannya yang semakin mendekat. Bila ia berpikir kau pantas, ia akan mengangguk dan menatapmu dengan tajam. Ia tidak menyukai pemalas, maka cepatlah bertanya padanya pertanyaanmu.

Satu-satunya pertanyaan yang akan ia respon adalah: “Kemana aku pergi, Sir?”

Ia akan memberitahumu. Ia akan memberitahumu dengan detail, detail yang mengerikan, bahwa kau akan tergoda untuk mencekiknya. Jangan mencoba melakukannya- ia petarung yang jauh lebih berpengalaman dari yang kau harapkan, dan jika kau menggoyahkan salam hormatmu, kau akan menemui kematian yang benar-benar mengenaskan. Saat ia menyelesaikan bicaranya, ia akan berkata “tenang”, dan memberikan padamu pistolnya. Ini merupakan tanda untuk menurunkan hormatmu. Ambil pistolnya dan letakkan di sarung pistolmu- jika tadi kau tidak punya, maka sekarang kau memilikinya.

Sebuah ledakan secara tiba-tiba akan menghancurkan dinding di seberangmu dan melumat si jenderal. Melalui lubang di dinding kau akan melihat, di atas kaki langit, sebuah misil yang panjang dan tipis muncul.

Tutup matamu rapat-rapat dan bukalah tanpa maksud apapun. Suara-suara dari pertarungan yang mengerikan akan pudar sampai, di luar kesunyian, sebuah tembakan berbunyi. Bukalah matamu.

Kau berdiri di tengah ladang gandum yang melambai. Entah bagaimana, kau tahu bahwa tempat ini adalah tempat dimana pertempuran mengerikan yang kau lalui tadi akan terjadi. Dan kau juga tahu, entah bagaimana, kau akan ada di posisi sang jenderal.

Pistol yang ia berikan padamu adalah objek ke-44 dari 538. Belajarlah menggunakannya- pistol itu memiliki satu tempat peluru tersisa. Jika kau menembakkan tembakkan terakhir di waktu yang tepat, kau akan menghindari takdir si jenderal. Jika tidak, kau akan bergabung dengannya.


Source : http://theholders.org/?Holder_of_War
Translate : Ambrosia Perish

No comments:

Post a Comment